SUARABATAM.COM, Chongqing- Di tengah pandemi Virus Corona (COVID-19), banjir besar terjadi di daerah barat daya China. Total 19,3 juta orang terdampak akibat banjir di 26 daerah.
Banjir besar terjadi di beberapa provinsi seperti Guizhou, Sichuan, dan Hubei. Bencana ini sudah terjadi sejak bulan lalu, dan hingga Jumat kemarin sudah ada 121 yang meninggal dunia atau tewas.
Banjir besar terjadi di beberapa provinsi seperti Guizhou, Sichuan, dan Hubei. Bencana ini sudah terjadi sejak bulan lalu, dan hingga Jumat kemarin sudah ada 121 yang meninggal dunia atau tewas.
Berdasarkan laporan China Daily, Senin (6/7/2020), banjir yang terjadi mengakibatkan kerugian hingga 41,6 miliar yuan (Rp 85 triliun).
Banjir berasal dari luapan Sungai Yangtze yang dipengaruhi curah hujan yang tinggi. Air kotor berwarna cokelat dan sampah juga tampak merendam apartemen warga, namun bagian atas tampak aman.
Media China Global Times melaporkan ada 875 ribu orang yang dievakuasi. Video beredar ketika jalan raya terendam banjir dan petugas kepolisian di kota Yichang harus menghancurkan kaca mobil untuk menolong penumpang.
Akhir bulan lalu, Taiwan News melaporkan Bendungan Tiga Ngarai (Three Gorges Dam) di Provinsi Hubei mengalami kelebihan muatan karena curah air yang tinggi dari Sungai Yangtze dan operator melepaskan beban airnya.
Pemerintah China sempat menyangkal berbuat demikian, namun akhirnya mengakui memang berusaha mengurangi beban bendungan.
Akibatnya, kota Yichang yang berada dekat lokasi bendungan teredam banjir. Video-video beredar di Twitter yang menampilkan nasib kota Yichang yang diterjang banjir.
Bendungan Tiga Ngarai sejatinya dibangun untuk menahan air 70 ribu meter kubik per detik. Pada Kamis lalu, banjir dari Sungai Yangtze mengalir ke bendungan itu dengan laju aliran 50 ribu kubik meter per detik.
Administrasi Meteorologi China pada hari Minggu kemarin menaikan level respons darurat hujan besar dari Level-IV menjadi Level III.
Virus Corona (COVID-19) menjadi bahaya lain yang dihadapi korban banjir. Petugas lokal pun harus berusaha agar tak terjadi penularan. Suhu badan pengungsi juga diperiksa tiap hari.
Menurut CGTN, tempat penampungan korban banjir juga semakin padat. Di kota Yihai, provinsi Sichuan, ada ratusan orang yang tinggal di penampungan hingga pekan lalu. Jumlah itu diprediksi terus bertambah.
“Jumlah orang di sini terus bertambah dari hari ke hari. Ada pekerja migran yang pulang ketika mendengar rumah mereka kena bencana, serta mereka yang sempat mengungsi ke rumah saudara juga mulai kembali,” ujar Lu Zhen, sekretaris Partai Komunis China di Yihai.
Ia menyebut pemerintah berusaha memulangkan warga yang rumahnya sudah aman. Alternatif lainnya adalah pemerintah akan memberikan subsidi agar masyarakat bisa relokasi ke tempat tinggal baru.
Seorang pengungsi berusia 85 tahun mengaku banjir ini adalah yang terparah dalam hidupnya. Ia juga mengapresiasi petugas yang membantunya.
“Saya berusia 85 tahun dan telah melihat banyak banjir. Tetapi ini adalah yang terburuk yang saya lihat. Pada 26 Juni malah, saya mendengar petir yang keras dan ada air di mana-mana. Saat itu saya tak bisa tidur semalaman dan ketakutan,” ujarnya. (Sumber: Liputan 6)
Discussion about this post